NOVEL
BELENGGU SEBUAH PEMIKIRAN
PERSAMAAN
DERAJAT ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
“ANALISIS
FEMINISME"
Novel
Belenggu karya Armijn Pane ini adalah
sebuah pemikiran baru. Pemikiran baru tersebut muncul berdasarkan realitas
sosial. Salah satunya yaitu realita yang terjadi di rumah tangga. Novel ini
menceritakan tentang kehidupan rumah tangga yang tidak lagi harmonis dan
penuh dengan kemisteriusan. Penokohan
digambarkan sangat baik karena memberikan karakter-karakter yang pasti dan
tidak berbelit-belit. Menggunakan setting budaya Jawa yang sangat khas di masa
lalu. Kental dengan seni dan etikanya.
Pada
novel Belenggu ini menampilkan permasalahan perempuan yang berkaitan
dengan pandangan masyarakat pada tahun 1940-an yang secara tidak langsung
merugikan kaum perempuan. Pandangan tersebut berasal dari paham masyarakat yang
menganggap kekuasaan sepenuhnya berada di tangan laki-laki. Novel ini
menginspirasi bahwa perempuan yang telah mengenyam pendidikan modern merasa
perlu dan berhak untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialaminya. Hal tersebut
dapat dilihat pada tokoh Tini. Menurut
Tini, sebagai istri, perempuan juga berhak untuk “menyenangkan pikiran,
menggembirakan hati” karena dia “manusia juga yang berkemauan sendiri”. Tini
mengibaratkan istri yang hanya tinggal di rumah sebagai “barang simpanan,
berbedak dan berpakaian bersih, sekali setahun dijemur diluar”. Tini menolak
situasi yang demikian. Dia menegaskan, “Kami lain, kami bimbing nasib kami
sendiri, tiada hendak menanti rahmat laki-laki” (Belenggu.
hlm. 53).
Dalam dialog melalui surat dengan sahabatnya bernama Tati,
Tini menemukan pertanyaan-pertanyaan kritis serupa. “Yu, Yu, benarkah kita
perempuan, baru boleh dikatakan benar-benar cinta, kalau kesenangannya saja
yang kita ingat, kalau kita tiada ingat akan diri kita, kalau kesukaan kita
cuma memelihara dia? Kalau tiada perasaan yang demikian, benarkah kita belum benar-benar
kasih akan dia? Aku bingung, yu, bukankah kita berhak juga hidup sendiri?
Bukankah kita ada juga kemauan kita? Mestikah kita matikan kemauan kita itu?
Entahlah, yu, aku belum dapat berbuat begitu” (Belenggu.
hlm. 71).
TOLERANSI
DALAM NOVEL BELENGGU
KARYA
ARMJIN PANE
I.
PENDAHULUAN
Novel
Belenggu yang pertama kali muncul di Majalah Pujangga Baru No. 7 ini sebenarnya
ditulis Armijn Pane pada tahun 1938. Para pengamat sastra Indonesia selalu
menempatkan novel ini sebagai novel terpenting yang terbit sebelum perang.
Sejak kemunculan pertama, tahun 1940, novel Belenggu banyak memperoleh berbagai
tanggapan dan pujian. Semua novel ini ditolak oleh Penerbit Balai Pustaka
karena isinya dianggap tidak sesuai dengan kebijaksanaan Balai Pustaka. Baru
pada tahun 1940, Penerbit Dian Rakyat milik Sutan Takdir Alisjahbana
menerbitkan novel ini, ternyata mendapat sambutan luas berbagai kalangan.
Novel ini juga dipandang sebagai novel pertama
Indonesia yang menampilkan gaya arus kesadaran. Pada tahun 1969, novel ini
memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah Indonesia. Belenggu sendiri merupakan
sebuah pemberontakan dari apa yang dianggap tabu padahal itu kenyataan realitas
sosial. Selain realita yang terjadi dalam rumah tangga, juga realita yang
berkembang di jalanan. Novel Belenggu menceritakan tentang kehidupan rumah
tangga yang tidak lagi harmonis. Penuh dengan kemisteriusan. Cerita yang
disuguhkan mengandung nilai-nilai budaya, etika dan moral yang dapat
mempengaruhi pembacanya. Penokohan juga sangat baik karena memberikan
karakter-karakter yang pasti dan tidak berbelit-belit. Menggunakan setting
budaya Jawa yang sangat khas di masa lalu. Kental dengan seni dan etikanya.
Novel
Belenggu mempunyai daya tarik tersendiri karena menampilkan permasalahan
perempuan yang berkaitan dengan pandangan masyarakat pada tahun 1940-an yang
secara tidak langsung merugikan kaum perempuan. Pandangan tersebut berasal dari
paham masyarakat yang menganggap kekuasaan sepenuhnya berada di tangan
laki-laki. Topik mengenai perempuan, terutama yang membahas masalah gender
beserta bias-biasnya adalah hal yang tetap menarik untuk dibicarakan sampai
saat ini. Kalangan perempuan yang telah mengenyam pendidikan modern merasa
perlu dan berhak untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialaminya. Sedangkan
adat dan tradisi yang telah mengakar menganggap pemikiran ini bisa
menghancurkan tatanan yang selama ini telah dinilai berjalan baik. Belenggu
merupakan salah satu novel yang cukup menarik untuk diteliti. Hal ini
dikarenakan novel ini merupakan novel yang pernah ditolak oleh Balai Pustaka.
Kemudian adanya asumsi dalam masyarakat pada masa itu bahwa seseorang yang
berpendidikan tinggi tidak akan mengalami kegagalan dalam membina rumah tangga.
Akan tetapi, Armijn membalikkan asumsi tersebut dengan menceritakan apa yang
terjadi pada pasangan dokter Sukartono dan Sumartini, yang keharmonisan rumah
tangga mereka akhirnya kandas. Pandangan Armijn yang meletakkan perempuan mampu
tampil di sektor publik dan tidak hanya bekerja di lingkungan rumah tangga
saja. Pandangan tersebut sangat bertentangan dengan konvensi masyarakat yang
menempatkan posisi perempuan sebagai orang yang lemah dan tidak pantas
menempati posisi sosial di atas laki-laki.
II.
SISTEMATIKA
Ada
tiga tokoh utama yang menjadi pusat cerita novel Belenggu. Yang pertama adalah
dokter Sukartono (Tono), seorang dokter yang sangat mencintai pekerjaannya dan
memiliki kepedulian kemanusiaan yang cukup tinggi sehingga dia dikenal sebagai
dokter dermawan dan penolong. Tokoh kedua adalah Sumartini (Tini), istri Tono.
Ia seorang perempuan modern yang tak ingin terkungkung dalam belenggu kehidupan
domestik keluarga dan memiliki banyak aktivitas sosial di luar rumah. Di sisi
yang lain, ia merasa diabaikan oleh suaminya yang waktunya banyak tersita
mengurusi pasien. Tokoh ketiga adalah Nyonya Eni, alias Siti Rohayah (Yah),
alias Siti Hayati. Yah adalah perempuan korban kawin paksa yang frustrasi,
kemudian hidup sebagai perempuan panggilan, tetapi ia juga gemar membaca. Yah
adalah teman lama Tono yang secara diam-diam mencintainya. Dengan demikian,
dapat ditegaskan bahwa ketiga tokoh utama novel ini berasal dari kelompok
sosial dan berinteraksi dalam ketegangan perselingkuhan yang digambarkan sejak
bagian pembuka novel ini.
Di
sini integritas seorang Tono adalah dia menjunjung tinggi pekerjaannya. Dia
bekerja disiplin tanpa kenal lelah demi pasiennya. Dia juga seorang dokter yang
dermawan karena sering membebaskan bayaran bagi pasiennya yang tidak mampu.
Ternyata pengabdian Tono pada pekerjaanya telah membuat dia lupa pada kehidupan
rumah tangganya. Akhirnya, dia bertengkar dengan istrinya hingga akhirnya dia
berselingkuh dengan Yah teman sekolahnya dulu. Tono dan Tini akhirnya bercerai,
dan Tono bertambah sedih ketika mengetahui bahwa Yah juga meninggalkan dia.
Integritas seorang Tini adalah dia merasa tidak baik untuk menjadi seorang
istri, dia menginginkan Yah yang menggantikan dirinya. Integritas seorang Yah
adalah dia sangat mencintai Tono, Tono adalah harapan dimana cita-citanya akan
kembali untuk menjadi wanita yang baik.
Di
dalam hidup, banyak hal yang sering sulit untuk diterka benar salah atau baik
buruknya. Bahkan ketika kita memilih pasangan dalam mengarungi bahtera rumah
tangga. Tidak mudah memahami dan mengerti dua hati dan dua pemikiran yang
berbeda. Tampilan dan yang tampak di luar, terkadang jauh berbeda dengan apa
yang tersembunyi di dalam sebuah diri.
Ada
beberapa masalah yang terjadi oleh para tokoh dalam novel Belenggu. Masalah
pertama yang terjadi pada tokoh Tini adalah dia merasa diabaikan dan
beranggapan bahwa suaminya lebih mencintai pekerjaan daripada dirinya, seakan
tidak pernah ada waktu komunikasi dalam rumah tangga. Hari-hari mereka sering
dilalui dengan pertengkaran. Tini merasa tidak memiliki hak di hadapan Tono.
Itulah yang memicu pertengakaran di antara mereka, sepertinya tiada hari yang
dilalui tanpa pertengkaran. Masalah kedua masih terjadi pada tokoh Tini, dia
mengetahui tentang perselingkuhan suaminya dengan Yah, Tini pun marah dan
jengkel, kemudian pergi ke hotel tempat Rohayah menginap untuk memberikan caci
maki dan menumpahkan amarahnya. Setibanya di hotel, perasaan marah Tini luluh
oleh kelembutan hati dan keramahan Yah. Setelah pulang dari hotel tempat Yah
menginap, Tini berintrospeksi diri. Dia merasa telah berlaku kasar pada
suaminya dan tidak bisa memberikan rasa kasih sayang seperti yang diinginkan
suaminya. Dia lalu memutuskan untuk berpisah dengan Tono. Masalah kedua yang
terjadi pada tokoh Yah adalah dia dipaksa kawin dengan laki-laki pilihan
orangtuanya, laki-laki itu lebih tua darinya. Yah akhirnya tidak tahan dan
melarikan diri ke Jakarta, hingga akhirnya dia menjadi wanita panggilan dari
hotel ke hotel.
Masalah
ketiga yang terjadi pada tokoh Tono adalah dia berselingkuh dengan Yah, Yah
dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh Dokter
Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya. Dokter Sukartono tidak
pernah merasakan ketentraman dan selalu bertengkar dengan istrinya, oleh karena
itu dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan hotel tempat Yah menginap
sebagai rumahnya yang kedua. Setelah perselingkuhannya diketahui oleh Tini,
Tini pun meminta bercerai dari Tono. Permintaan tersebut dengan berat hati
dipenuhi oleh Dokter Sukartono. Bagaimanapun, dia tidak mengharapkan terjadinya
perceraian. Dokter Sukartono meminta maaf pada istrinya dan berjanji untuk
mengubah sikapnya. Namun, keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak
mampu menahannya. Akhirnya mereka bercerai. Betapa sedih hati Dokter Sukartono
akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih saat Yah juga pergi. Yah
hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan jika dia mencintai Dokter
Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya dan pergi ke
Calidonia.
III.
PEMBAHASAN TEORI
Dalam pembahasan ini, sedikit akan dijelaskan beberapa teori-teori pendukung
dalam menganalisis novel Belenggu. Teori pendukung dalam pembahasan teori disini
adalah feminisme. Adapun pengertian feminisme, diantaranya :
- Menurut Dzuharyatin ( dalam
Bainar, 1998: 16-17 )
Feminisme
adalah sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu
penindasan dan pemerasan terhadap wanita dalam masyarakat.
- Menurut Rosemary
Tong dalam bukunya yang berjudul Feminist Tough
Feminisme
adalah ideologi yang menyebabkan terjadinya penindasan kaum wanita.
- Menurut Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
Feminisme
adalah teori-teori yang mempertanyakan pola hubungan kekuasaan laki-laki dan
perempuan.
- Menurut Farid Achmad Okbah,
M.Ag.
Feminisme
adalah idiologi yang dikembangkan oleh kalangan Eropa Barat dalam rangka
memperjuangkan persamaan antara dua jenis manusia: laki-laki dan perempuan
- Menurut Dr. Mansour Fakih
Feminisme
adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada lawan laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
- Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi kedua, cetakan keempat (1995)
Feminisme
adalah Gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya
antara kaum wanita dan pria.
Feminisme
adalah teori persamaan antara laki-laki dan wanita dibidang politik, ekonomi,
dan sosial, atau yang terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan kaum wanita.
Dengan
demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa feminisme adalah ideologi
yang menyebabkan terjadinya penindasan, pemerasan kaum wanita, teori-teori yang
mempertanyakan pola hubungan kekuasaan laki-laki dan perempuan.
Dari
beberapa pengertian diatas, bahwa dalam novel Belenggu feminisme yang
diperlihatkan adalah Tini sibuk dengan organisasi kewanitaannya dan segala
macam kongres kewanitaan. Sumartini merasa telah disepelekan dan merasa bosan
karena selalu ditinggalkan suaminya yang selalu sibuk menolong
pasien-pasiennya. Dia merasa dirinya telah dilupakan dan merasa bahwa
derajatnya sebagai seorang perempuan telah diinjak-injak sebagai seorang istri.
Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang istri.
IV.
HASIL ANALISIS
Dalam
menganalisis novel Belenggu ini, menggunakan pendekatan feminisme. Pendekatan
feminisme adalah salah satu kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan
feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi
perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya.
Menurut
Tini, sebagai istri, perempuan juga berhak untuk “menyenangkan pikiran,
menggembirakan hati” karena dia “manusia juga yang berkemauan sendiri”. Tini
mengibaratkan istri yang hanya tinggal di rumah sebagai “barang simpanan,
berbedak dan berpakaian bersih, sekali setahun dijemur diluar”. Tini menolak
situasi yang demikian. Dia menegaskan, “Kami lain, kami bimbing nasib kami
sendiri, tiada hendak menanti rahmat laki-laki” (Belenggu. hlm. 53).
Dalam
dialog melalui surat dengan sahabatnya bernama Tati, Tini menemukan
pertanyaan-pertanyaan kritis serupa. “Yu, Yu, benarkah kita perempuan, baru
boleh dikatakan benar-benar cinta, kalau kesenangannya saja yang kita ingat,
kalau kita tiada ingat akan diri kita, kalau kesukaan kita cuma memelihara dia?
Kalau tiada perasaan yang demikian, benarkah kita belum benar-benar kasih akan
dia? Aku bingung, yu, bukankah kita berhak juga hidup sendiri? Bukankah kita
ada juga kemauan kita? Mestikah kita matikan kemauan kita itu? Entahlah, yu,
aku belum dapat berbuat begitu” (Belenggu. hlm. 71).
Dari
kedua hal di atas, sangat jelas terlihat bahwa pikiran-pikiran Tini dan
berbagai gagasan yang ditampilkan dalam novel ini dapat dikatakan cukup maju
untuk sebuah pandangan beraroma feminisme di zamannya. Sumartini merasa telah
disepelekan dan merasa bosan karena selalu ditinggalkan suaminya yang selalu
sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa dirinya telah dilupakan dan merasa
bahwa derajatnya sebagai seorang perempuan telah diinjak-injak sebagai seorang
istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang istri.
DAFTAR
PUSTAKA
Pane,
Armijn. 2008. Belenggu. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Wiyatmi.
2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Pustaka.