Jumat, 28 September 2012

KEMENANGAN ADAT DALAM NOVEL “SALAH ASUHAN” DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN POSTKOLONIALISME

KEMENANGAN ADAT DALAM NOVEL “SALAH ASUHAN”
DENGAN PENDEKATAN
SOSIOLOGI SASTRA DAN POSTKOLONIALISME

   Sastra merupakan sebuah album rekaman pada zaman tertentu, begitu banyak nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya baik secara implisit maupun secara eksplisit. Sehingga ada beberapa karya yang perlu dikaji lebih secara mendalam untuk mengetahuinya. Selain dapat dijadikan album rekaman dapat juga dijadikan dokumen masyarakat, yang berisi tentang norma-norma, sejarah perjuangan, adat-istiadat, dan silsilah tokoh. Menurut Warton (Wellek dan Warren, 1995:122), sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban, terutama sejarah bangkit dan runtuhnya semangat kesatriaan. Mempelajari sastra  dapat dikatakan sebagai dokumen atau  potret sosial. Dikatakan sebagai  dokumen sosial,  karena sastra berkaitan dengan reproduksi ulang dari cermin kehidupan yang cenderung  realitas di masyarakat, sedangkan sastra sebagai potret sosial, sastra mempunyai kemampuan untuk merekam tanda-tanda zaman baik secara temporal  maupun secara periodik.
Teeuw (1984:94 dan 1983:65), sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya dan juga karya sastra merupakan karya fiksi yang bersifat imajinatif, pengarang berusaha memanfaatkan kondisi sosial di sekitarnya sebagai objek karya sastra. Kehadiran sastra ada misi-misi tertentu dari seorang pengarang sebagai anggota masyarakat yang peka akan sentuhan-sentuhan situasional. Novel Salah Asuhan Karya Abdul Muis, yang merupakan salah satu karya sastra yang populer pada angkatan Balai Pustaka. Novel tersebut mengisahkan pembauran dan pembenturan antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Novel Salah Asuhan, tampil ditengah-tengah zamannya, yang menggambarkan pemberontakan antara kaum muda (pembaharu) yang berpendidikan Barat dengan berpandangan luas dengan kaum tua (tradisonal) yang masih berpegang erat akan nilai-nilai adat-istiadat setempat.
Gesekan-gesekan yang muncul dalam Salah Asuhan, pada hakikatnya bukan benturan antara kaum tua (ibu dan mamak Hanafi) dengan kaum muda (Hanafi), melainkan benturan yang ada dalam diri Hanafi sendiri. Hanafi dengan bekal pendidikan dan lingkungan pergaulannya menganut nilai-nilai dan sikap hidup yang berorientasi ke Barat, dan berusaha dengan sekuat tenaganya untuk mewujudkan cita-citanya dengan jalan mengawini gadis Indo-Eropa, yang bernama Corrie du Busse, dan meningggalkan istrinya Rapiah yang dianggapnya sebagai perempuan kampungan yang tidak tahu apa-apa.
Novel Salah Asuhan merupakan gambaran kehidupan salah satu pemuda Indonesia, karena memperoleh pendidikan Barat ingin hidup seperti kehidupan orang-orang Barat, yang sudah barang tentu tidak akan dapat diterima bahkan mengejutkan anggota keluarga mereka sendiri. Timbullah gesekan-gesekan yang terjadi tidak lain dari konflik batin dalam diri sendiri, muncullah pertikaian antara keinginan dengan realita, jauh dari relasi sanak-saudara, cinta yang gagal, bahagia sesaat, dan dikucilkan dari lingkungan setempat.
Di novel ini tokoh Corrie di tempatkan pada kelompok ras biologis, dengan kecantikan keindahannya, Corrie menjadi tumpuan perhatian tokoh lain. Dari keindahannya tersebut jelas sekali bahwa kaum pribumi sangat rendah derajatnya. Dengan label keindahannya pula, Corrie ditempatkan sebagai seorang perempuan yang mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih luas dari Hanafi. Serta memiliki sifat ketinggian bangsa, dan sifat inilah yang menimbulkan perang batin dalam dirinya tatkala bersahabat dengan Hanafi.
Dengan adanya sistem patriakhal (garis laki-laki atau kebapakan), menempatkan dan manjadikan Corrie pada ras Eropa, bukan ras Indonesia. Hanafi  ditampilkan sebagai wakil dari masyarakat yang termasuk dari kelompok ras geografis. Ia adalah seorang pemuda Minangkabau yang melakukan pemberontakan terhadap label ras-nya. Hanafi merasa menyesal dan sedih dengan status pribuminya. Perbedaan antara bangsa Barat dan bangsa Timur sangat jelas dapat dilihat melalui dialog Tuan du Busse dengan Corrie, seperti kutipan berikut ini.:
Contoh sudah banyak, Corrie sudah tentu banyak juga di antara bangsa Barat yang memandang sama akan segala bangsa di dunia ini, atau sekurang-kurangnya tidak sangat memandang hina akan bangsa Timur tetapi sebahagiaan yang terbesar masih meyakini kata: Kipling seorang pujangan Inggris, Timur tinggal Timur, Barat dan tinggal Barat, dan tidaklah keduanya akan menjadi satu (hlm. 21).
Perbedaan ras antara Barat dan Timur telah menimbulkan kebencian ras tersebut. Orang Barat merasa benci kepada orang Timur dan sebaliknya orang Timur pun merasa benci kepada orang Barat, apalagi bila telah terjadi perkawinan campuran dari kelas ras yang berbeda itu. Karena adanya tekanan Ras itu maka Hanafi melakukan pemberontakan untuk bebas dari diskriminasi ras, yaitu dengan menjadi orang Indonesia yang kebelanda-belandaan lalu meminang Corrie. Saat krisis identitas kebudayan itulah Hanafi merasa berhasil keluar dari kebumiputraannya. Dalam masyarakat Minangkabau bila laki-laki mendapatkan istri dari luar Minangkabau berarti dia sudah melepaskan diri dari ikatan keluarganya. Namun, tindakannya itu ternyata salah, karena pada akhirnya Hanafi harus terbuang dari golongannya (Dalam masyarakat Minangkabau bila laki-laki mendapatkan istri dari luar Minangkabau berarti dia sudah melepaskan diri dari ikatan keluarganya) dan dihancurkan oleh masyarakat lingkungan Barat yang menolak kehadirannya bersama Corrie ke dalam lingkungan mereka.
Tokoh Hanafi sebagai bangsa Indonesia yang hanya dididik menjadi antek-antek Belanda semata, tetapi ia tidak menyadari hal itu. Jadi sekalipun Hanafi sudah minta dipersamakan haknya dengan warga negara Belanda, pada hakekatnya dia selalu dijauhi oleh orang-orang Belanda sendiri (merupakan politik Belanda yang menjadikan orang Indonesia sebagai antek Belanda) dan hal inilah yang ditentang keras oleh Abdul Moeis. Karena konsep pendidikan Barat itu lah alasan mengapa Abdul Moeis memenangkan adat agar para pemuda pribumi supaya tetap bersifat ketimuran walaupun telah mengenyam pendidikan Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar