Kamis, 27 September 2012

Tentang NH. Dini


“Ya, Dalam penciptaan saya butuh perenungan. Tapi itu tergantung pada persoalannya; apakah kita perlu merenung terlalu lama atau tidak. Dalam perenungan itu biasanya kita mendapatkan tema . Tema itu kemudian disimpan, dan bacaan-bacaan yang pernah kita peroleh itu akan bergabung menjadi semacam aliran listrik. Tinggal bagaimana cara penyajian itu sendiri pada masyarakat dalam bentuk lain. Setelah itu kita mencari fantasi agar tidak membosankan dan tidak terlalu jauh dari kenyataan. Kebetulan semua cerita yang saya tulis sengaja saya ambil dari kehidupan masyarakat itu sendiri.” (Handriyo utomo,  “Dialog Nh. Dini dengan keluarga penulis Semarang”.  Suara Karya  10 Oktober 1980, Hal. 4, Kolom 1)

Yang ingin wawancarainya, harus membayar  Rp 15.000 per-jam. “Jika jawaban yang saya berikan saya tulis di media massa, akan menghasilkan uang, bukan?” katanya kalem.  (Apa Siapa, “Nah, Darah Bugisnya Muncul !”. Padang: Singgalang 10 Oktober 1988, Hal. 6, Kolom 1—2 )

“Tapi saya tak pernah meminta bayaran bila untuk ceramah lembaga pendidikan seperti IKIP misalnya”  (Francis  Handayama, Wawancara Khusus Harus Bayar, Suara Karya 1 Februari 1981. Hal 1 Kolom 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar